Jumat, 13 maret 2020 – Forkomsi kembali mengadakan diskusi sebagai wadah bertukar pikiran, yang kali ini dengan tajuk UU “KPK: Dampak terhadap Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi”. Pada acara tersebut FORKOMSI menghadirkan Dr.Rimawan Pradiptyo sebagai nara sumber. Rimawan sebagai seorang ekonom dan juga dosen tetap ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) merupakan seorang akademisi yang memberikan perhatian besar terhadap ekonomi kriminalitas, termasuk masalh korupsi dan efeknya terhadap perekonomian. Beliau juga mengkoordinatori sekitar 200 ekonom dari berbagai kampus dan institusi sebagai respon penolakan terhadap UU KPK No19 tahun 2019.
Alasan utama dari diadakannya acara diskusi tersebut sebagai rasa tanggung jawab mahasiswa MD FEB UGM terhadap isu-isu yang sedang berkembang dan berdampak terhadap khalayak ramai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Harapannya, dengan diskusi sejenis ini mahasiswa MD FEB UGM bias paham dengan peristiwa kekinian dan mendiskusikannya dengan cara yang akademik meskipun berada di luar konteks keilmuan yang didalami.
Acara tersebut dihadiri sekitar 40 peserta yang antusias mendengarkan paparan dari beliau. Materi yang dijelaskan oleh beliau pada acara terbut merupakan hasil riset beliau yang berupa impact assessment terhadap UU KPK ketika undang-undang tersebut masih dalam proses pembahasan di DPR. Rimawan mengatakan dengan adanya undang-undang tersebut akan melemahkan KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi. Salah satu poin yang disoroti beliau yaitu masalah status pegawai dan penyidik KPK yang berubah menjadi Aparatus Sipil Negeri (ASN) yang tentunya akan berpengaruh terhadap independensi dari pegawai KPK. “jika sebelumnya pegawai KPK berstatus independent maka di undang undang yang baru statusnya berubah menjadi PNS yang mana pastinya berpengaruh terhadap independensi mereka, jadinya nanti jeruk makan jeruk” ujarnya. Hal senada juga diamati salah satu peserta yang mengutaran pendapatnya bahwa dengan undang-undang yang baru ini membuat KPK rentan dengan gratifikasi.
Rimawan mengatakan alasan pembuatan UU KPK 2019 sebagai sarana untuk mempermudah masuknya investasi dianggap tidak relevan, karena dengan melemahnya regulasi justru yang akan datang adalah investor yang jahat. Contoh perbandingan adalah Singapura yang peraturannya jauh lebih ketat dari Indonesia tapi banyak investor yang datang ke sana. Masalah besar dari minimnya investasi yang masuk bukan pada regulasi yang ketat, tapi adanya ketidakpastian yang diakibatkan oleh praktik korupsi.
Reporter : Abdillah Menri Munthe (Div.Riset dan Kajian) Dokumentasi : Tria Putri Noviasari(Div. Humas)